Monday, October 8, 2012

Perbankan Syariah di Indonesia (IBD TUGAS TULISAN)

ILMU BUDAYA DASAR

Perbankan Syariah di Indonesia

NAMA : DWI YANA
KELAS : 1EA04
NPM : 12212315

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah kali ini kami tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia beralih kepada bank syariah, tetapi kami membahas bank syariah secara umum.
Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional :
1. Bank syariah tidak menggunakan bunga
2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3. Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al Qur’an

Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).

2.1 Rumusan Masalah
1. Apa saja kegiatan usaha bank syariah ?
2. Apa saja produk perbankan syariah ?

3.1 Tujuan
1. Mengetahui kegiatan usaha bank syariah
2. Mengetahui produk perbankan syariah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha Bank Syariah adalah: 1. Hiwalah
Akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal’alaih) dari nasabah lain (Muhal). Muhil meminta muhal’alaih untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada muhal’alaih. Muhal’alaih memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan piutang. 2. Ijarah
Akad sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada muaajir
3. Ijarah Wa Iqtina
Akad sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
4. Istishna
Akad jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (mustashni’) dengan penerima pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga barang pemesanan disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai Shani dan penunjukkan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang (Mashnu’) maka hal ini disebut Ishtisna Paralel.
5. Kafalah
Akad pemberian jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain sebagai pemberi jaminan (Kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (Makful)
6. Mudharabah Akad antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.Pendapatan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib, mudharabah dibagi menjadi Mudharabah Mutlaqah dan Mudarrabah Muqayyadah.
a. Mudharabah Mutlaqah Mudharib diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
b. Mudharabah Muqayyadah Shahibul Maal menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempat, tunjuan, maupun jenis usaha.
7. Murabahah Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
8. Musyarakah Akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
9. Qardh Akad pinjaman dari bank (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai peminjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada Muqtaridh.
10. Al Qard ul Hasan Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
11. Al Rahn Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.
12. Salam Akad jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual (Muslamilaih) . Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai Muslam dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Muslam fiih) maka hal ini disebut salam paralel.
13. Sharf Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14. Ujr Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. 15. Wadi’ah Akad penitipan barang/uang. Wadi’ah terdiri dari Wadi’ah Yad Amanah dan Wadi’ah Yad Dhamanah.
a. Wadi’ah Yad Amanah Akad penitipan barang/uang dengan pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggungjawab atas kehilangan/kerusakan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.
b. Wadi’ah Yad Dhamanah Akad penitipan barang/uang dengan pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggungjawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan.
16. Wakalah Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa ( Muakkil ) kepada penerima kuasa ( Wakil ) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.

Bank Berdasarkan Prinsip Syariah juga dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip operasional lain yang lazim dilakukan oleh bank syariah. Hal ini dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.

2.2 Produk Perbankan Syariah
a. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
b. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
c. Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

BAB III KESIMPULAN

3.1 Tanggapan
Menurut saya dengan adanya Bank Syariah, maka umat Islam memiliki alternatif untuk menginvestasikan dan meminjam uang secara halal karena perbankan syariah tidak menggunakan sistem bunga. Selain itu perbankan syariah juga memberikan warna baru dalam perkembangan perbankan di Indonesia, disebabkan oleh sistem dan prinsipnya yang berbeda dengan Bank Konvensional yang telah lebih dulu muncul di Indonesia.

3.2 Saran
1. Pemerintah sebaiknya mendukung pendirian bank syariah
2. Menyosialisasikan tentang perbankan syariah kepada masyarakat, terutama pada masyarakat yang menganut islam karena dengan begitu mereka akan terbantu

Daftar Pustaka
http://ampundeh.wordpress.com/2012/06/19/perkembangan-dan-operasional-bank-syariah/

No comments:

Post a Comment