Definisi
Istilah
Utilitarianisme
secara etimologi berasal dari bahasa Latin dari kata Utilitas, yang bearti
useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau
tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau
faedah yang didatangkannya (Salam, 1997: 76). Sedangkan secara terminology
utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik
adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau
buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Karena itu, baik
buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan
menguntungkan atau tidak (Mangunhardjo, 2000: 228).
Menurut Jhon Stuart Mill sebagaimana dikutip Jalaluddin Rakhmat Utilitarianisme adalah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding dengan apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu menghasilkan lawan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan adalah kesenangan dan hilangnya derita; yang dimaksud dengan ketakbahagiaan adalah derita dan hilangnya kesenangan (Rakhmat, 2004: 54). Utilitarianisme merupakan pandangan hidup bukan teori tentang wacana moral. Moralitas dengan demikian adalah seni bagi kebahagiaan individu dan sosial. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat individu (Aiken, 2002: 177-178).
Menurut Jhon Stuart Mill sebagaimana dikutip Jalaluddin Rakhmat Utilitarianisme adalah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding dengan apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu menghasilkan lawan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan adalah kesenangan dan hilangnya derita; yang dimaksud dengan ketakbahagiaan adalah derita dan hilangnya kesenangan (Rakhmat, 2004: 54). Utilitarianisme merupakan pandangan hidup bukan teori tentang wacana moral. Moralitas dengan demikian adalah seni bagi kebahagiaan individu dan sosial. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat individu (Aiken, 2002: 177-178).
Perkembangan
Utilitarianisme
Will
Kymlicka membagi utilitarianisme dalam empat varian sesuai dengan sejarah
perkembangannya. Pada tahap pertama, utilitarianisme diartikan sebagai
hedonisme kesejahteraan (walfare hedonism). Ini adalah bentuk utilitarianisme
paling awal yang memandang bahwa pemenuhan kebahagiaan manusia terletak pada
terpenuhinya hasrat kesenangan manusia yang bersifat ragawi. Akan tetapi, model
utilitarianisme ini sangat tidak tepat sasaran, sebab boleh jadi apa yang
terasa nikmat belum tentu baik bagi individu. Oleh karena itu, muncul jenis
utilitarianisme kedua, utilitas bagi keadaan mental yang tidak beriorientasi
hedonis (non-hedonistic mental-state utility). Pada perkembangan ini, aspek
hedonistik dihilangkan dan diganti dengan kesenangan yang menjamin kebahagiaan.
Utilitarianisme dipahami sebagai terpenuhinya semua pengalaman individu yang
bernilai, darimana pun hal itu berasal (Kymlicka, 1990: 12-13).
Utilitarianisme
model kedua juga menyimpan persoalan, karena pengalaman yang bernilai ternyata
tidak satu, dan tidak mungkin semua pengalaman bernilai itu terpenuhi dalam
satu waktu. Individu harus memilih. Utilitarianisme model ketiga adalah
terpenuhinya pilihan-pilihan individu. Utilitarianisme tahap ini disebut
sebagai pemenuhan pilihan (preference satisfaction). Utilitarianisme tahap ini
mengandaikan adanya unsur keterlibatan rasionalitas dalam memenuhi utilitas.
Pada tahap terakhir, utilitarianisme diartikan sebagai terpenuhinya
pilihan-pilihan rasional individu yang berdasar kepada pengetahuan dan
informasi yang utuh mengenai pilihan-pilihan tersebut. Utilitarianisme ini
disebut pilihan yang berbasis informasi (informed preference) (Kymlicka, 1990:
15-16).
Rasionalitas
atau informed preference bukan malah semakin membebaskan manusia dan
menunjukkan jalan terbaik bagi pemenuhan kebutuhan manusia, malah akan menjadi
legitimasi bagi totalitarianisme. Apalagi, utilitarianisme terkenal dengan
semboyan “The greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang
sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang) (Kymlicka, 1990: 12).
No comments:
Post a Comment