Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa
dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah :
1) Masalah kejujuran dalam iklan,
2) Masalah martabat manusia sebagai pribadi,
dan
3) Tanggung jawab sosial yang mesti diemban
oleh iklan.
Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh
dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah
etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas
M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika
dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis
konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan
“perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
« Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa
bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya
menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang
ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah
sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa.
Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya
manipulasi dengan motif apa pun juga.
« Prinsip Martabat
Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia
sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif
(imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung
jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang
ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi
salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan
dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa
dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau
tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan
dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat
manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi
karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan,
mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan
jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa
tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.
« Iklan dan Tanggung
Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media
informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun
dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi
masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa
pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan
barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya
dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini,
meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan
dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai
salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus
barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas
dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial
yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang. Kedua,
menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan
spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian
terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak
ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah
kesejahteraan sebagian besar masyarakat.